Selasa, 22 Maret 2016

Bertanggungjawab pada Pilihan

Jarak membuat semuanya seakan berbeda. Ia membuat semuanya seolah tidak lagi seperti waktu dulu. Hiperbolis. Tapi semua ini bukan saja masalah jarak khan? Mengapa jarak yang selalu dipersalahkan? Bukankah tantangannya terletak pada "saling"? Kemauan untuk tetap saling menjaga satu sama lain. Kemauan untuk saling setia meskipun jarak memisahkan. Kemauan untuk saling menjaga komitmen meskipun tanpa ikrar. Di satu waktu, pikiranku melayang sedang apa kau disana? Masihkah kamu mengingatku seperti aku disini yang selalu mengingatmu? Nanti jika kita bertemu, akankah binar mata itu tetap sama seperti kamu biasa memandangku waktu itu? Apakah senyum hangat itu masih ada ketika kamu datang menyambutku nanti?

Sudah berapa banyak hari aku lalui sendiri. Aku melakukan semuanya tanpa kamu. Aku belajar untuk membiasakan diri namun aku tetap tak biasa. Aku harus tapi aku tak mampu. Aaaargh, ingatan kebersamaan denganmu terlalu melekat kuat di otakku. Di satu sisi, kehidupanku harus tetap berjalan dengan semestinya. Tapi di lain sisi, aku berusaha keras untuk menggenggam hati ini erat-erat supaya jangan lari kemana. Aku masih ingin menjaganya untukmu.

Sempat terpikir untuk menyerah saja. Toh aku tidak yakin apakah hatimu disana masih kau jaga untukku seperti hati ini yang kujaga kuat-kuat. Sempat terpikir untuk mundur saja. Toh disana akan banyak wanita yang bisa menemanimu kapanpun kau mau. Aku hanya mampu hadir berwujud tulisan dan suara. Tidak berguna.

Apa yang sedang kujalani saat ini? Semua penuh ketidakpastian. Dulu kita pernah berharap akan segera bersama lagi setelah ini semua selesai. Tapi apakah ada garansi untuk itu? Semua masih dalam taraf "mungkin" dan "semoga saja" khan? Siapa yang berani menjamin? Kita berdua terlalu takut untuk menentukan garis finish kita sendiri. Kita pun takut walau hanya sekedar mereka-reka akan dibawa kemana hubungan ini. Terkadang aku bingung, hati ini milik siapa. Lelah? Iya.

Setiap kali aku bimbang, setiap kali pula aku berdoa dan aku merasa dikuatkan. Bahwa meskipun aku menjalani hal yang tidak pasti. Meskipun aku bingung hati ini milik siapa. Ada pengharapan besar didalamnya. Ada niat untuk tetap bertahan saja menunggumu entah sampai kapan. Bertahan untuk kita mungkin akan bersama lagi setelah perpisahan sementara ini. Bertahan demi ketidakpastian yang nantinya mungkin akan menjadi pasti. Apakah terlalu naif, jika aku masih ingin bertahan dalam ketidakpastian ini? Bola ada di tanganmu, aku menunggumu untuk memutuskan akan dibawa kemana bola itu.

Aku memilih kamu. Aku masih sepenuhnya untuk kamu. Ini pilihanku dan sudah sepatutnya aku bertanggungjawab atas pilihanku sendiri. Jika aku boleh meminta, tolong bantu kuatkan aku dengan membuatku yakin bahwa kamu pun masih akan menjaga hati untukku. Buat aku percaya diri bahwa aku masih satu-satunya orang di hatimu dan tidak dengan yang lain. Sampai kapan? Mungkin sampai Tuhan berkata ya atau tidak? Lagi-lagi mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar