Pura-pura melupakanmu adalah ujian terberat di sepanjang hidupku.
Pura-pura mengacuhkanmu adalah hal terkejam yang pernah aku lakukan terhadap diriku sendiri.
Pura-pura bahagia menikmati hidup adalah rutinitasku saat ini.
Harus menyalahkan siapa selain diriku sendiri?
Aku yang membuat keputusan ini. Aku yang memutuskan pergi dari kehidupanmu. Aku yang menanggung kesedihannya sendiri juga. Aku yang harus menikmati setiap jengkal kerinduan yang menyesakkan itu.
Aku berharap hidup ini memiliki tombol rewind untuk semua keputusan yang aku anggap salah. Tapi apa manusia harus sepecundang itu? Dengan enaknya membuat keputusan dan dengan enaknya pula menginterupsi hasil keputusan itu sendiri.
Suatu ketika, jika aku berhasil keluar dari perangkap yang sudah aku buat sendiri ini. Hanya kamu yang paham, saat itulah aku akan menjadi manusia seutuhnya. Manusia merdeka dan bebas, tidak terikat apapun. Saat itu pula, mungkin kamu sudah bahagia dengan yang lain, yang dianggap ibumu pantas menjadi pendamping hidupmu.
Tuhan ini lelah tidak ya? Mendengar kicauanku yang itu-itu saja di sepertiga malamku. Tapi aku bingung harus dengan siapa lagi aku bercerita kalau tidak dengan Tuhanku. Sungguh, aku malu. Aku merasa bodoh.
Hampir di setiap malamku, yang teringat hanya pelukan hangatmu, satu-satunya hal yang selalu bisa menenangkanku. Kamu pernah berkata kepadaku, “Jari kita ini kalau disatuin waktu bergandengan tangan, rasanya udah yang paling pas ya?” Atau kamu pernah berkata juga, “Ketika badanku menyentuh badanmu, rasanya udah yang paling pas, paling fit. Ga bisa digantiin sama (ukuran) lain.” Aku tertawa kecil jika mengingatnya. Waktu itu aku hanya tersenyum mendengar perkataanmu. Tapi saat ini, aku dengan tegas mengiyakannya dalam hati.
Tapi, semuanya tidak mungkin bisa diulang bukan? Aku yang bodoh ini sudah memilih arah yang berbeda dengan jalanmu. Jika aku lelah bercerita panjang lebar kepada Tuhan, aku hanya berkata semoga Tuhan membahagiakanmu dimanapun kamu berada dan semoga Tuhan cepat mengambilku saja. Sepertinya indah hidup bersama Tuhan disana, setiap hari akan ada puji-pujian yang menggema untuk Tuhan. Hanya ada ketenangan. Tidak ada hiruk pikuk. Pun tidak penyesalan yang mendalam.
Bandung, 16 Februari 2018
Bandung, 16 Februari 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar