Pernah ngga kamu ngerasa direcokin pasangan karena tiap pergi selalu dikasih pesen, "Kalau sudah sampai, kabarin yaa..." ? Pernah ngga kamu ngerasa direcokin pasangan ketika kamu udah sampai dan dengan sengaja atau memang lupa ngabarin trus pasanganmu sms dan telfon-telfon ga berhenti? Pernah ngga kamu marah-marah sama pasanganmu hanya gara-gara dia menuntut kabar dari kamu? Kalau jawabannya pernah, bolehkah saya mengajukan pertanyaan terakhir? Kamu tulus menyayangi pasanganmu atau tidak?
Sekarang sebaliknya. Pernah ngga kamu ngrecokin pasangan dengan selalu kasih pesen, "Kalau sudah sampai, kabarin yaa..." tiap dia pamit mau pergi? Pernah ngga kamu ngrecokin pasangan dengan sms atau telfon-telfon yang membabibuta karena kalau kamu kira-kira mustinya dia udah sampai tapi kenapa ga ada kabar ke kamu? Pernah ngga kamu dimarahin pasanganmu karena kamu dianggap posesif lah, bawel lah, dan lain-lain hanya karena kamu menuntut kabarnya? Kalau jawabannya pernah, bolehkah saya mengajukan pertanyaan terakhir? Seberapa yakinkah kamu bahwa pasanganmu benar-benar menyayangi kamu?
Apa sih sebenernya makna dari "Kalau sudah sampai, kabarin yaa..." ?
Menurut saya pribadi, pesan itu tidak seharusnya diabaikan oleh pasangan saya dan begitu pula sebaliknya. Apa yang salah dari "Kalau sudah sampai, kabarin yaa..." toh kamu hanya perlu menyisihkan sedikit waktu dan energi untuk sekedar menulis pesan atau telfon singkat, "Aku sudah sampai...".
Jika kamu sudah memasuki "fase rasa sayang" yang cukup tinggi, makna dibalik pesan itu adalah kamu khawatir terjadi apa-apa di jalan, kamu khawatir dia belum sampai tujuan karena suatu hal yang menyulitkannya, dan kamu khawatir sesuatu yang buruk sedang terjadi. Ketika pasangan pamit mau pergi, saya tidak pernah lupa untuk mengatakan itu dan mulai saat itu pun seperti sudah terprogram saya langsung meminta Tuhan untuk menjaganya dari segala macam hal yang jahat dan buruk, supaya Tuhan tetap ada di sampingnya apapun yang terjadi, supaya Tuhan melindunginya dari segala macam marabahaya.
Makna pesan itu tidak lagi terselip ego, misalnya "Oh, kalau ga ada kabar gini jangan-jangan dia sama yang lain!" "Oh, dia selalu lupa sama aku kalau udah pergi tanpa aku!" dan prasangka-prasangka buruk lainnya. Saya pikir bukan saatnya lagi saya punya pikiran kekanak-kanakan seperti itu. Bukan jamannya lagi saya membombardir dia dengan beribu pertanyaan pedas dan judgement, misalnya, "Kamu dimana ngaku!" "Kenapa ga ada kabar! Kamu lagi bohongin aku khan??" "Kamu pergi sama temen-temen atau selingkuh sih?!" dan pertanyaan-pertanyaan childish lainnya.
Pada kenyataannya, jika tidak kunjung ada kabar saya merasa deg-degan dan takut. Bukan deg-degan dia lagi sama yang lain. Bukan takut dia selingkuh. Tapi khawatir dia kenapa-kenapa. Ketika ada pesan singkat, "Aku sudah sampai..." saya langsung lega dan bersyukur karena Tuhan menjaganya. Sudah sampai disitu. Saya tidak menuntut dia untuk ngobrol dengan saya via chat sepanjang waktu di saat dia harus bekerja, dia berkumpul dengan keluarganya, atau dia butuh waktu berkumpul dengan teman-temannya. Hidup ini bukan hanya tentang saya dan dia khan?
Kembali pada pribadi masing-masing. Saya juga tidak bisa memaksa pasangan saya untuk sepaham dengan saya. Saya selalu menjalani apa yang saya yakini itu benar. Namun, jika gayung tidak bersambut, misalnya dia tidak pernah punya inisiatif untuk langsung memberi kabar ketika sudah sampai tujuan padahal dia tahu saya menunggu kabarnya, musti ditanya-tanya lagi demi saya tahu dia baik-baik saja lama-kelamaan saya juga akan mundur. Saya anggap dia tidak sepaham dengan saya. Saya harus mulai sadar bahwa kekhawatiran saya yang lebay itu tidak ada artinya bagi dia. Namun, semua itu pasti akan berpengaruh pada kualitas rasa sayang saya kepada pasangan saya. Ketika saya sudah tidak peduli aktivitasnya lagi. Ketika saya sudah tidak bawel lagi meminta kabar. Ketika saya sudah menyerahkannya kembali kepada Tuhan karena saya sudah cukup lelah berjalan bersama dengan pasangan yang tidak sepaham dengan saya. Sampai saat ini, saya masih beranggapan bahwa pada saatnya nanti, semua orang akan melakukan hal yang sama dengan apa yang saya lakukan di atas jika dia sudah merasa menemukan pasangan yang tepat. Saya pun berharap siapapun nanti yang akan jadi pasangan hidup saya, memaknai pesan, "Kalau sudah sampai, kabarin yaa..." persis seperti saya memaknai pesan tersebut. Tulus. Tanpa merasa ngrecokin dan direcokin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar