Senin, 29 Februari 2016

Belajar Ikhlas

Sering sekali saya mendengar kata "ikhlas". Ikhlas seringkali hanya menjadi kata yang sepintas saja saya dengar tapi ternyata hingga usia saya sekarang, saya tidak menerapkannya dengan baik. Sebuah kata yang mudah sekali diucapkan namun sulit sekali untuk dilakukan. Sebuah kata yang jika didengarkan tidak berarti apa-apa, jika direnungkan ternyata besar pengaruhnya dalam kehidupan kita.

Selama ini ternyata saya lupa belajar untuk mengikhlaskan...
Saya lupa bahwa manusia boleh memiliki beragam keinginan namun hanya Tuhan-lah yang berhak untuk menentukan...
Saya juga lupa bahwa saya ini tidak memiliki apa-apa. Jika sekarang saya memiliki keluarga yang baik, teman-teman yang setia, dan teman spesial yang selalu bersedia mendengarkan cerita-cerita saya itu semua karena Tuhan yang titipkan.

Seandainya sekarang saya mulai menyadari itu...
Seandainya saya ikhlas jika sewaktu-waktu Tuhan berkenan membiarkan perilaku mereka berubah terhadap saya...
Seandainya saya ikhlas untuk sewaktu-waktu Tuhan biarkan mereka pergi dari kehidupan saya, maka nantinya saya akan lebih siap menerima semuanya...
Hidup bakal lebih simple dan lebih santai...
Bayangan-bayangan menakutkan suatu saat saya akan ditinggalkan mereka satu per satu seringkali membuat saya kacau luar biasa.

Ternyata ikhlas tidak semudah memberikan bekal makan siang kita kepada orang kelaparan di pinggir jalan. Ikhlas tidak cuma berbicara tentang berbagi satu bungkus mie goreng dengan teman kosan yang sama-sama lagi ga punya duit. Ikhlas tidak hanya sebatas merelakan waktu kita untuk orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Lebih dari itu semua, sudah siapkah kita berbicara tentang mengikhlaskan segala sesuatu (benda mati maupun benda hidup) yang saat ini melekat pada kehidupan kita? Mampukah kita mengikhlaskan keinginan yang tidak diridhoi Tuhan lalu tetap menjalani hidup dengan sebaik-baiknya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar