Kamis, 15 Desember 2016

Bukti Keimanan

Di saat hari lagi ngantuk-ngantuknya... Dengerin khotbah seorang pastor yang kira-kira intinya begini :

Hai umat Tuhan, seberapa besar imanmu kepada-Nya? Lalu apa yang sudah kamu lakukan sebagai bukti keimananmu itu? Tuhan telah mengajarkan cinta kasih dalam situasi apapun. Maka, cukuplah jika kalian pakai hati dan tangan pemberian Tuhan-Mu itu. Cintailah sesamamu seperti yang kau perbuat untuk Tuhan dan layanilah sesamamu seperti pelayananmu kepada Tuhan. Jika ada yang mengolok-olok kamu, tetaplah tersenyum. Jika ada yang merendahkan Tuhan-Mu, doakanlah. Tidak perlu menggunakan kekerasan ataupun berbuat keributan demi membela Tuhan kita. Tuhan jauuuuh lebih besar dari mulut manusia yang merendahkannya. Perbuatan kita yang nantinya akan membesarkan nama Tuhan. Maka berbuatlah sesuai apa yang diajarkan Tuhan. Jangan menghakimi sesamamu kecuali jika kamu sudah merasa suci tanpa dosa. Tujuan hidup kita bukan menghakimi satu sama lain, tebarkanlah cinta kasih dimanapun kita berada. Ingatlah bahwa Tuhan itu Maha Pengampun. Tuhan selalu punya cara-Nya sendiri untuk menegur umat-Nya. Ia tidak akan membiarkan manusia keluar dari jalan-Nya. Tuhan tidak mengkafirkan. Justru sebaliknya, Ia sedang berusaha mencari satu per satu "domba"-Nya supaya jangan ada yang tersesat. Tuhan ingin semua masuk surga, tidak ada dari kita semua yang dianaktirikan. Tuhan ingin semua diselamatkan. Bagi Dia, selalu ada kesempatan untuk bertobat. Maka, teladanilah cinta kasih Tuhanmu yang tidak ada habisnya itu. Jangan mudah cemas dengan keadaan, imanmu akan menyembuhkanmu.

Hati yang mencintai dan tangan yang melayani
Cukuplah menjadi bukti iman yang kuat kepada Tuhan

Hari itu panas tapi tidak lagi terasa gerah. Begitu seharusnya pemuka agama, mampu mendinginkan suasana, mampu menjadi perpanjangan Tangan Tuhan untuk menyampaikan pesan cinta kasih-Nya. Tidak perlu banyak bicara tapi lakukanlah semampu kita perbuatan-perbuatan yang berkenan kepada Tuhan. Pas, tidak kurang pun tidak berlebihan.

Tuhan Memberkati kita semua :) #damaidihati #damaidibumi

Senin, 10 Oktober 2016

Semangat Membangun Kehidupan

Di tengah isu agama yang semakin hari semakin samar ujungnya, ada kejadian yang cukup mengesalkan pagi itu. Entah di channel radio apa (yang saya pun juga malas untuk cari tahu) tiba-tiba ada seseorang yang khotbah (atau lebih cocok disebut menebar benih kebencian?) dengan mengagung-agungkan agamanya sendiri dan menjelekkan agama lain. Membandingkan isi kitab agamanya dengan kitab-kitab agama yang lain. Mengupas tuntas dengan penuh percaya diri merasa diri paling benar se-galaksibimasakti. Merasa agamanya adalah agama tertua yang terlahir pertama kali. Merasa tokoh-tokoh di kitab agama lain hanya memodifikasi tokoh dari kitabnya dan bla bla bla lainnya. Sebenarnya bisa saja sih membandingkan tanpa menjelekkan tapi kenapa harus menghujat yang lain? Tren ini tidak lekang waktu ya? Dari dulu ada aja yang show off dengan cara ini. Kalaupun memang harus, apakah tidak lebih baik dilakukan dalam forum tertutup? Awalnya saya tidak segera memindah dengan siaran yang lain, saya penasaran sekali dengan isinya. Lama kelamaan panas juga ya di telinga, barulah saya ganti dengan yang lain.

Tiba-tiba saya teringat, obrolan cewek-cewek remaja di sebuah warung makan. "Eh, kamu ga boleh makan babi? Ih, kok aneh banget sih aturannya? Babi khan enaaak... Aneh deh agamamu! Hahahahahahahahaaaa..." Pembicaraan macam apa sih, dek? Kuliah dulu yang bener gih! Kita sama-sama mempercayai bahwa Tuhan yang menciptakan kehidupan dan begitu pula saya mempercayai bahwa setiap inchi perbedaan adalah kehendak Tuhan pula. Meskipun kita tidak bisa menyelami jalan pikiran Tuhan, meskipun kita tidak paham maksud Tuhan apa, yang saya tahu Tuhan Maha Baik. Ia menciptakan segala sesuatu baik adanya dan untuk tujuan yang baik pula. Maka saya bayangkan betapa sedihnya Tuhan saat ini ketika agama dijadikan alat penebar kebencian. Yang paling hits baru-baru ini adalah agama dijadikan alat untuk saling menjatuhkan di panggung politik. Dulu Belanda dikecam, dibilang licik karena menerapkan divide et impera untuk menjajah Indonesia. Sekarang cara itu bahkan dilakukan oleh warga negara kita sendiri. Lucu.

Mengagungkan Tuhan dan agama yang kita yakini adalah suatu hal yang dibenarkan. Namun, jika dibumbui dengan menjelekkan agama yang lain saya rasa itu sudah kelewat batas. Apakah dengan menjelekkan agama lain, Tuhan akan menebus dosamu mencuri barang milik orang lain? Apakah dengan itu, Tuhan akan mengampuni dosamu yang berkali-kali bikin hancur hati orang tuamu? Dan apakah dengan itu, Tuhan lupa akan dosamu yang jarang beribadah karena sibuk dengan urusan duniawi? Saya rasa tidak. Alih-alih menjelekkan agama lain, kamu cukup waktu untuk meluangkan waktu lebih banyak ngobrol sama Tuhan. Jika kamu terlalu sibuk bakar tempat ibadah agama lain, apakah kamu cukup waktu untuk having quality time dengan keluargamu? Jika kamu cukup waktu untuk mencari cacatnya ajaran-ajaran agama lain, berarti sebenarnya kamu cukup waktu untuk lebih banyak membantu orang-orang korban bencana yang saat ini masih butuh uluran tanganmu.

Satu renungan saya dapatkan juga pagi itu melalui group Whatsapp (saya kutip sedikit lalu saya tambahkan beberapa hal), setelah mendengarkan siaran radio kampungan itu :
Tuhan telah mengajarkan cinta kasih. Bukan keinginan membinasakan orang yang tidak sejalan dengan kita. Namun, kobarkanlah semangat yang membangun kehidupan. Hidup berdampingan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, siap menolong ketika yang lain terjatuh. Hadirkan Tuhan di tengah kehidupan kita. Berkah Dalem :)

Senin, 05 September 2016

Manusia Sarat Kepentingan

Kamu ini bawa manfaat apa buat hidupku?
Ha? Ga ada? Jauh-jauh deh...
Bermanfaatlah atau kamu akan dilupakan??? Pertemanan kita secetek itu? Really?!

Orang hidup di dunia dengan membawa segudang kepentingan. Entah itu kepentingan untuk keluarganya, kepentingan untuk dirinya sendiri, atau yang lebih mulia kepentingan bersama. Misalnya, orang giat bekerja karena ingin kaya. Lalu untuk apa kekayaan itu? Jika si A punya banyak duit, dia pengen bisa koleksi mobil-mobil sport. Jika si B punya banyak duit maka dia akan punya banyak teman karena bisa nraktir temen-temennya terus. Jika si C punya banyak duit maka dia akan mampu membawa ibunya yang sudah sakit-sakitan untuk berobat. Jika si D punya banyak duit maka dia bisa membangun rumah baca gratis untuk anak-anak yang tidak mampu membeli buku.

Semua kepentingan yang entah bernilai atau tidak sedikit banyak berpengaruh dengan pola pergaulan setiap orang. Si A yang bekerja sebagai wirausahawan mungkin akan cenderung bergaul dengan supplier-supplier jempolan supaya bisa mengambil barang dengan harga teman. Si B mungkin akan mendekati petinggi-petinggi kantornya supaya gampang naik jabatan yang berimbas dengan kenaikan gaji. Si C mungkin cenderung menjalin komunikasi baik dengan atasan, bawahan, dan rekan kerja supaya nyaman di tempat kerjanya sehingga ia bisa terus memperoleh penghasilan dari pekerjaannya di tempat itu. Si D mungkin akan masuk ke komunitas politik supaya mudah dikenal banyak orang dan proyeknya bisa diketahui banyak orang syukur-syukur kalau ada lembaga-lembaga yang bersedia memberi suntikan dana.

Lalu? Bagaimana dalam kehidupan kita sehari-hari? Ada ngga, orang-orang yang mau temenan sama kamu karena dia bebas minjem motormu sesering dia mau? Ada ngga, temen-temen yang dateng ke kamu ketika dia lagi ada masalah penghitungan pajak dan tiba-tiba dia baik ke kamu karena dia tahu kamu ahli pajak dan kamu bakal bisa bantu dia menyelesaikan masalahnya? Ada ngga, temen-temen yang suka tiba-tiba muncul kalau dia lagi butuh minjem duit dan akan menghilang tiba-tiba setelah dapet pinjeman duit dari kamu? Tapi ada juga ngga, temen-temen yang emang ada terus sama kamu dalam keadaan apapun karena bagi mereka, kamu adalah aset berharga untuk mereka?

Hidup seringkali selucu itu. Ketika kamu bermanfaat untuk hidup mereka, mereka datang ke kamu. Ketika kamu tidak bisa memberikan apapun, mereka hilang gitu aja. Teman yang ada manfaatnya lebih berguna buat mereka daripada teman yang tidak ada manfaatnya untuk hidup mereka. Padahal tidak ada manfaatnya beda dengan membawa pengaruh buruk. Saat ini mungkin teman kita tidak membantu banyak dalam hidup kita tapi siapa tahu suatu hari dialah satu-satunya orang yang ada ketika kita membutuhkan pertolongan. Kalau saya pribadi kok simple aja ya?! Selama orang itu tidak membawa pengaruh buruk untuk saya ya ga ada masalah. Suka manfaatin orang emang ga takut hidupnya cuma dimanfaatin juga sama orang lain? Padahal punya hubungan yang tulus itu asyik banget. Manusia datang silih berganti. Tulus maupun fulus. Bertujuan maupun tidak bertujuan. Pahami saja tapi jangan lupa mawas diri.

Mari menjalin hubungan yang tulus. Hubungan yang apa adanya bukan karena ada apanya.

Jumat, 19 Agustus 2016

Dirgahayu Indonesiaku

Ulang tahun. Momen ulang tahun seringkali menjadi kesempatan dimana kita bisa bersenang-senang merayakan kebahagiaan bersama orang-orang tersayang. Menikmati euphoria sehari menjadi raja atau ratu yang diberi ucapan selamat pada hari itu. Kesempatan untuk bersyukur karena masih bisa merayakan ulang tahun. Bersyukur karena masih diberi nafas hidup dari Yang Maha Kuasa. Bersyukur karena masih bisa menikmati berkat Tuhan dari hari ke hari. Terlepas dari itu semua, momen ulang tahun membuat kita tersadar bahwa sudah sejauh ini kita hidup dan sudah sejauh ini kita melangkah. Apa yang sudah kita perbuat hingga detik ini? Layakkah semuanya di hadapan Tuhan? Bermanfaatkah untuk hidup kita dan orang-orang di sekeliling kita? Rasa syukur dan penyesalan seakan menjadi satu paket di hari itu. Penyesalan bahwa ternyata selama ini lebih banyak waktu terbuang untuk hal yang sia-sia. Penyesalan bahwa ternyata kita belum cukup memberi manfaat untuk orang-orang di sekitar kita.

Rabu, 17 Agustus 2016. Ulang tahun Kemerdekaan Bangsa Indonesia menjadi buah bibir di seluruh penjuru negeri. Ucapan selamat ulang tahun datang bertubi-tubi. Berbagai perayaaan ramai dilaksanakan. Lomba-lomba, pesta pora, hingga upacara pengibaran sang saka. Membicarakan ulang tahun Indonesia tidak lepas dari menunjuk diri kita sendiri. Ya tentunya, kita yang mengaku berkewarganegaraan Indonesia. Terlepas dari flashback perjuangan pahlawan masa lalu yang berhasil merdeka dari penjajahan bangsa lain, tentunya kita pun perlu merenungkan apa yang terjadi semenjak kita menjadi bagian dari bangsa ini, minimal sekarang-sekarang ini. Bahwa semua yang terjadi di dunia ini tentu saja memiliki hubungan satu sama lain itu adalah benar adanya. Hukum Mata Rantai berlaku? Jelas berlaku. Bangsa Indonesia adalah satu kesatuan dari individu-individunya. Kita tidak bisa membicarakan satu orang saja atau membicarakan bangsa itu sendiri tanpa peduli kualitas SDM-nya. Kekuatan sebuah tim ditentukan oleh mata rantainya yang paling lemah. Orang-orang terbaik belum tentu mampu menutupi kekurangan orang-orang yang dianggap kurang baik. Sebesar apapun usaha tim untuk menyembunyikannya, sebuah mata rantai yang lemah pasti akan terlihat. Itulah Hukum Mata Rantai. Yang lemah bukan untuk dibiarkan lemah. Yang lemah menunggu untuk diperbaiki bukan sekedar dimaki. Bagaimana bisa kita menuding presiden yang sedang menjabat tidak becus memimpin negeri kalau kita sendiri saja belum becus memimpin diri kita sendiri? Bagaimana bisa kita melakukan teror kepada pejabat-pejabat daerah kalau kita sendiri masih asyik melakukan plagiat sana sini demi mendapat nilai tinggi? Memangnya kalau kita bisa membenahi diri sendiri akan bisa mengubah nasib bangsa ini dalam waktu singkat? Tidak mungkin. Tapi kalau pertanyaannya apakah bisa mengubah, iya bisa. Semua butuh waktu dan proses yang panjang. Kalau dulu pahlawan kita bisa berjuang bertahun-tahun perang sana-sini berani bertaruh nyawa hanya bermodal  keyakinan "Kita pasti bisa merdeka!" yang entah kapan kenapa kita sekarang tidak bisa berbenah diri untuk kemajuan bangsa kita yang juga entah kapan?

Kemerdekaan bangsa adalah tanggung jawab kita bersama. Akarnya dari diri kita sendiri daaaan tentu saja anak-anak, para penerus bangsa. Pembentukan moral yang baik dan mental yang cinta bangsa adalah keharusan. Supaya usaha kita berbenah diri tidak terus-terusan berhiaskan embel-embel "untuk kemajuan bangsa kita yang entah kapan" melainkan menjadi grafik yang meningkat secara perlahan namun konsisten karena selalu lahir penerusnya.

Iseng-iseng saya googling Bapak Anies Baswedan. Ingin tahu kicaunya untuk perayaan ulang tahun bangsa ini. Akhirnya saya temukan di youtube, beliau berpesan untuk anak muda penerus bangsa :
"Jangan pilih jalan yang menurun. Jangan pilih jalan yang mendatar. Memang berat, memang sulit tapi di sana ada rute yang menuju pada puncak-puncak dan nantinya di puncak-puncak itu kalian bisa gaungkan pesan, kirimkan gagasan itu untuk melakukan perubahan. Anak muda tak pilih jalan mudah. Anak muda pilih jalan yang tangguh, jalan yang keras. Di hari kemerdekaan ini mari kita rayakan, mari kita banggakan. Mari kita kibar tinggikan merah putih itu. Jadikan bendera yang sederhana itu berkibar megah membanggakan karena dikibarkan dengan hati dan sepenuh hati. Selamat merayakan kemerdekaan, ijinkan kita untuk terus mengisi kemerdekaan ini dengan karya-karya gemilang yang membanggakan untuk semua."

Daripada kita sibuk nyinyir tentang kebijakan pemerintah yang menurut kita aneh dengan demo-demo yang ga jelas ujungnya. Daripada kita sibuk memaki kejelekan bangsa (yang berarti kejelekan kita bersama) melalui broadcast-broadcast kritikan yang belum tentu mengubah keadaan. Alangkah baiknya kita mulai melakukan aksi nyata melalui lini-lini kehidupan yang bidangnya memang sedang kita geluti untuk bersama membangun kemerdekaan bangsa dari tahun ke tahun.

Semoga perayaan kemerdekaan ini menjadi momen untuk memompa semangat yang makin menyala-nyala sekaligus sebagai pengingat untuk menjadi pribadi yang lebih berkualitas demi tercapainya kemerdekaan sesungguhnya yang selama ini kita impi-impikan. Dirgahayu Indonesiaku!

Kamis, 04 Agustus 2016

Rindu

Aku bener-bener ga paham maksud Tuhan mempertemukan kita. Kenapa harus ada perkenalan itu. Kenapa harus ada tujuan yang sama waktu hujan deras di hari itu. Kenapa harus ada obrolan asyik sampai pagi. Kenapa harus ada kedekatan itu dan kenapa harus ada rutinitas yang akhirnya selalu kita lakukan bersama. Aku terlalu terbiasa ada kamu. Mungkin seperti oksigen yang kehadirannya terkadang tidak kita perhitungkan tapi kalau tidak ada maka kita akan mati. Ibarat anak ayam baru lahir yang selalu mengekor kemanapun si induk pergi dan jika induknya menghilang maka ia akan hilang arah. Atau bisa saja aku mengandaikan kita ini seperti air sabun dengan alat penghasil gelembung balon. Tanpa alatnya, air sabun tetaplah air sabun tidak akan pernah menghasilkan gelembung-gelembung mengudara yang seringkali mengukir tawa anak-anak yang memainkannya. Hehe... Seperti kamu ya? Yang meskipun gemar membuatku menitikkan air mata tapi sering pula membuatku tertawa.

Apa kabar kamu disana? Semoga baik-baik saja. Aku disini tidak pernah benar-benar baik-baik saja tanpa kamu. Apalagi kalau kamu tanyakan itu pada hatiku. Tapi aku sedang dan akan selalu berusaha. Doakan berhasil ya! Sehingga jika kamu terlalu sibuk dengan dirimu sendiri seperti akhir-akhir ini dan nantinya kamu benar-benar melupakanku, aku sudah siap untuk itu. Aku sadar bahwa sekarang aku bukan lagi bagian dari setiap rutinitasmu seperti dulu. Aku ini tidak lebih dari teman chatting di kala senggang dan teman berbincang di kala hampir mengantuk. Itupun jika kamu masih ada waktu tersisa di malam hari. Dan bodohnya, aku masih selalu berharap ada sisa sedikit waktu untukku di setiap malammu. Bodohnya lagi, aku selalu berusaha menghentikan aktivitas di jam tertentu bukan karena takut pulang malam, bukan karena takut terjadi apa-apa di jalan, hanya ingin menunggu telfonmu bahkan jika akhirnya kamu baru menelfonku di saat aku sudah tertidur dalam keadaan menunggu. Rindu memang suka gitu. Bikin orang jadi susah menggunakan akal sehatnya.

Aku hanya terlalu rindu dengan rutinitas yang dulu. Aku hanya marah dengan keadaan yang membuat kita terlalu lama tidak bertatap muka. Aku hanya belum bisa menjadi kamu yang selalu bisa menjalani hidup dengan baik-baik saja ada atau tidak ada aku. Aku hanya jengkel dengan keadaanku yang seolah-olah sedang berdiri sendiri menahan rindu dan semua orang mengacuhkanku. Sebenernya sih, biar saja orang acuh asalkan kamu tidak, tapi sepertinya kamu juga mulai mengacuhkanku. Ah, sudahlah. Semoga kita sama-sama berbahagia dengan hidup kita masing-masing. Bersama ataupun tidak nantinya.

Rabu, 03 Agustus 2016

"Appetizer" di Awal Bulan Agustus

Sudah lama sekali rasanya saya tidak menulis. Fiuuuh! Mari kita menyimpan catatan kecil lagi disini. Hari itu hari Senin tanggal 1 Agustus 2016. Pagi hari seperti biasa, saya berangkat kerja dengan Pak Gojek. Ah, Bapak itu lagi. Sudah beberapa kali si bapak ini lah yang menjemput saya untuk mengantar kerja karena rumahnya memang tidak jauh dari kos saya. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.50 WIB dan itu artinya? Saya terlambat.

Percakapan dimulai dengan curhatan saya yang kesel banget sama Pak Gojek yang mengambil orderan sebelumnya yang secara ga langsung bikin saya terlambat masuk kerja. Aturannya begini :
1. Kita order
2. Pencarian driver by system
3. Dapet driver
4. Driver harusnya langsung telfon pelanggan untuk konfirmasi
5. Driver menjemput pelanggan
Tapi yang terjadi sebelumnya adalah step nomor 1-3 lalu tidak ada kabar apapun, ditelfon susah, disms tidak dibalas dan oonnya saya mau nungguin ga langsung cancel. Kenapa nungguin? Karena biasanya driver yang deket-deket suka ga telfon dan tiba-tiba udah di depan kosan dan baru telfon kalau udah di depan kosan. Setelah 10 menit akhirnya telfon yang ditunggu-tunggu tiba daaaaaan Ybs menyuruh saya membatalkan pesanan karena jarak yang terlalu jauh. Kenapa ga bilaaaaang dari tadi :(

Pak Gojek yang akhirnya nganter saya ini bilang katanya driver yang baru-baru suka gitu. Kalau ngeliat kok bayarnya ngga cash tapi Go-Pay (sistem deposit di akun Gojek) suka minta cancel orderan karena kebanyakan dari mereka butuh uang cash. Tapi ngga semua driver berpikir begitu yaaa... Hanya sebagian. Beliau bilang lagi "Kalau driver yang lama-lama sih rata-rata ga pilih-pilih, Mba... Mau orderan apapun juga diambil aja. Kita kerja ini khan intinya tanggung jawab ya, Mba... Mau dikasih rejeki sedikit mau dikasih rejeki banyak, mau dapet duitnya langsung, mau dapet duitnya harus tunggu dulu, yang penting khan ada... Sekarang cari duit makin susah, udah bersyukur masih bisa dapet penghasilan yang halal dari ngojek gini."

Tuhan baik. Tuhan lagi-lagi nampar saya secara halus. Masih ada saatnya dimana saya bersungut-sungut dengan pekerjaan saya. Bosen lah, ga seru lah, gitu-gitu aja lah, dan sebagainya. Padahal masih bersyukur saya bisa join di sebuah chain hotel nasional yang namanya sudah sangat dikenal. Masih bersyukur saya digaji dan ga perlu panas-panasan. Masih bersyukur saya mendapatkan posisi jabatan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan saya. Daaaan memang wajib bersyukur kalau melihat penghasilan per bulan disini. Mengingat masih banyak orang disana yang lagi bersusah payah cari-cari pekerjaan.

Selamat datang, Agustus! Semoga menjadi bulan yang penuh berkah seperti bulan-bulan sebelumnya. Mudah-mudahan kita semua semakin mudah mengucap syukur atas hal-hal kecil dalam kehidupan kita.

Kamis, 19 Mei 2016

Rest in (Peace?) PKN dan Agama

Masuk akal ngga kalau saya rasa pelajaran PKN dan pelajaran agama sudah mati sekarang ini? Sepengalaman saya, dulu saya mendapat pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama sejak saya duduk di bangku kelas 1 SD dan berlanjut hingga SMA. Oh maaf, bahkan sampai bangku kuliah. Ketika kuliah, pelajaran PKN saya dapatkan di satu semester awal dan satu semester akhir. Jujur waktu itu, saya juga seperti anak-anak yang lain. Saya selalu berpikir untuk apa ada pelajaran seperti ini yang jawabannya mudah sekali ditebak, mana perbuatan tercela dan mana perbuatan terpuji. Soal-soal bisa kita kerjakan sambil ngobrol sama temen sebelah. Begitu halnya dengan pelajaran agama yang terkesan membosankan bagi saya karena semuanya sudah sering saya pelajari. Ironisnya lagi, sebagian guru PKN dan agama pun juga seolah menganggap enteng mata pelajaran itu sehingga tak jarang mereka menyampaikan pelajaran itu sambil lalu dan menyuruh para siswa mengerjakan soal-soal yang dapat dengan mudah dikerjakan oleh anak didiknya tanpa diikuti pembahasan setelahnya. Mereka tidak merasa perlu melakukan variasi penyampaian materi karena PKN tidak serumit Fisika atau Matematika yang seringkali butuh teknik-teknik mengajar supaya para siswa dapat menangkap dengan baik pelajaran tersebut dan syukur" bisa cinta sama pelajaran itu. PKN dan Agama tidak perlu! Toh para siswa akan bisa meraih nilai tinggi dengan mudah kok! Itu dulu khan? Jangan-jangan sekarang keadaannya beda. Ketika ada pertanyaan "Jika ada temanmu yang mencuri barang kesayanganmu maka hal yang harus kamu lakukan adalah...." alih-alih mereka menjawab "Menasihati teman itu bahwa mencuri adalah perbuatan yang tidak terpuji kemudian memaafkannya." jangan-jangan mereka akan menjawab "Datangi teman itu dan pukuli tangannya sebagai pembelajaran karena dia sudah berani mencuri." Dia paham bahwa mencuri adalah perbuatan tidak terpuji namun dia kurang mengerti bahwa membalas dan main hakim sendiri adalah perbuatan yang tidak terpuji juga. Nilai PKN dan Agama masih 90? Saya rasa tidak lagi.

Efeknya?

Masihkah saya perlu menyebutkan segala bentuk kejahatan, perbuatan-perbuatan asusila, tidak senonoh, dan tidak terpuji lainnya yang saat ini merebak di negara kita? Pelakunya pun dari segala macam kalangan, dari anak SD sampai yang sudah tua sekalipun, dari orang berpendidikan maupun orang tak berpendidikan. Alasannya? Bermacam-macam juga. Ada yang bilang karena alasan ekonomi, dendam, hingga melakukannya tanpa sadar.

Sebutlah kasus mutilasi yang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, kasus-kasus kecelakaan yang memakan banyak korban jiwa, pembunuhan terhadap mantan kekasih karena diselimuti dendam, hingga kasus terakhir yang begitu membuat hati saya sakit sebagai seorang wanita yaitu kasus pemerkosaan Yuyun (siswi SMP berusia 14 tahun) oleh 14 pemuda dan setelahnya Yuyun harus mengakhiri hidupnya seusai melayani nafsu bejat orang-orang itu dalam keadaan tanpa pakaian sekaligus vagina dan anus sudah menyatu. Yang makin bikin saya elus dada adalah realitanya panggung drama politik lebih menarik daripada kasus pemerkosaan itu. Eksistensi moralitas nampak sudah tercabik-cabik.

Lalu bagaimana?

Jika kita masih peduli dengan moralitas di negara kita, tidak ada salahnya kita mulai dari lingkungan kecil kita. Penanaman moral kepada anak-anak dan adik, usaha untuk menerapkan hal-hal baik yang kita dapat dari pelajaran moralitas yang sudah kita dapat baik di lingkungan keluarga maupun sekolah, serta kepedulian terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar kita. Berani untuk berkata benar atau salah. Tantangan pengajar di masa sekarang tentu saja akan lebih berat. Mereka tidak lagi bisa menganggap enteng metode pembelajaran PKN dan Agama namun mereka mulai dituntut untuk dapat menyampaikan materi-materi tersebut secara menarik, riil, dan lugas, sehingga harapannya dapat tertanam kuat dalam diri anak-anak didiknya. Memang banyak siswa yang akan bisa menyelesaikan soal-soal itu dengan baik tapi apakah pernah terpikirkan anak-anak yang hidup di lingkungan yang keras dan jauh dari pendidikan moral sehingga soal-soal PKN dan Agama bagi mereka adalah ujian yang sulit?

Tidak perlu hafal seluruh isi undang-undang secara detail tapi minimal kita masih punya rasa malu ketika akan mencontek pekerjaan teman atau melakukan plagiat ketika menyelesaikan tugas akhir. Tidak perlu kita hafal seluruh ayat kitab suci di usia yang masih dini tapi minimal kita bisa berbesar hati memaafkan dan mengasihi teman yang sudah tega menjegal kaki kita sehingga kita terjatuh dan terluka. Alangkah baiknya jika ibadah kita yang sudah baik di hadapan Tuhan disempurnakan dengan perasaan syukur akan apa yang sudah kita miliki sehingga tidak ada lagi keinginan memiliki yang bukan kepunyaan kita apalagi sampai menghalalkan segala cara hingga merampas hak orang lain.

Rabu, 11 Mei 2016

The Power of Love

Kasih sayang adalah anugerah Tuhan yang tidak terlihat tapi mampu dirasa dengan hati...
Meski tidak terlihat, energinya luar biasa besar...

Seorang Romo bercerita tentang seorang anak SMA yang hamil di luar nikah dan laki-lakinya sudah pergi entah kemana. Orang tuanya mengadu kepada Romo katanya, "Romo, tolong nasihatin anak saya supaya dia mau menggugurkan kandungannya." Jawab Romo itu, "Bapak menyuruh saya mendukung pengguguran kandungan?" Lalu  si ayah berkata lagi, "Karena jalan itu yang saat ini terbaik, Romo. Saya sudah bilang ke anak saya supaya cepat menggugurkan kandungan mumpung baru berusia 2 bulan tapi anak saya keukeuh ga mau. Saya sudah bilang gimana nanti dengan masa depan kamu, sekolahmu, terus kalau anak itu lahir akan lebih repot lagi. Hidupnya pasti hancur. Saya sayang sama anak saya, Romo. Saya ga mau masa depannya suram."

Selang beberapa hari, si anak menemui Romo dan menceritakan apa yang dialaminya. Dia bilang, "Romo, memang benar orang tua saya memaksa untuk menggugurkan kandungan. Semua saudara juga mendukung pendapat orang tua saya itu. Tapi saya ga mau. Saya mau rawat anak ini." Lalu Romo menjawab, "Kamu ingin merawat dan membesarkan anakmu itu?" Si anak menjawab lagi, "Iya, Romo. Saya akan bertanggungjawab. Saya ga tega kalau harus menggugurkan kandungan yang berarti bunuh anak saya sendiri." Romo pun kembali menimpali, "Kamu yakin dengan keputusanmu itu? Apa alasannya?" Si anak menjawab, "Romo, dari kecil saya berlimpah kasih sayang dari kedua orang tua saya, ga kurang-kurang. Dalam keluarga, saya merasakan kehangatan. Papa mama merawat dan membesarkan saya dengan sangaaaat baik. Dan sekarang, saya pun ingin anak saya merasakan hal yang sama, dapat merasakan limpahan kasih sayang Tuhan melalui saya sebagai ibunya."

Keputusan untuk tetap mempertahankan kandungan di luar nikah adalah keputusan yang berat. Apalagi dengan usia remaja yang masih dibilang masa-masanya untuk pencarian jati diri. Namun, hanya dengan alasan sederhana merasa dicintai dan merasa wajib untuk orang lain merasakan cinta darinya juga, seorang anak remaja berani untuk mengambil langkah besar. Hati saya bergetar mendengar cerita itu. Saya tidak pernah menyangka bahwa kekuatan kasih sayang se-massive itu. Ketika banyak remaja yang mengalami hal serupa memilih untuk mundur saja tapi dia berani mempertanggungjawabkan perbuatannya. Yang perlu kita lihat disini, bukan cerita hamil di luar nikah yang tentu saja tidak benar. Tapi, kasih sayang sebagai landasan dalam pengambilan keputusan. Kita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi untuk dapat menerapkan dengan baik.

Terima kasih, Romo atas inspirasinya. Mari kita menebar kasih!

Jumat, 15 April 2016

Malioboro Pagi Ini

Pagi hari saya berangkat kerja di kawasan Malioboro. Ya, disitu tempat kerja saya. Tempat yang bagi sebagian orang hanya bisa dinikmati melalui layar televisi. Tempat tujuan wisata yang ga pernah sepi dikunjungin wisatawan domestik maupun mancanegara. Tempat yang selalu saja dirindukan oleh mereka yang pernah tinggal atau sekedar singgah di Yogyakarta. Lucky me, setiap hari tempat inilah yang harus saya datangi untuk merajut mimpi saya.

Hari ini ada pemandangan yang berbeda dari biasanya. Selepas aturan baru bahwa sepeda motor tidak boleh lagi parkir di kiri kanan jalan, warga di kawasan itu nampak sedang bebersih. Tua dan muda, laki-laki dan perempuan, semua ada disitu. Lengkap dengan tong sampah, sapu lidi, dan perlengkapan lainnya. Entah siapa penggeraknya. Ada beberapa mobil tanki air yang berhenti di kiri kanan jalan untuk menyemprot jalanan. Mereka bersama-sama membersihkan kawasan Malioboro.

Bapak-bapak nampak sedang membersihkan kursi taman yang melingkari pot besar dengan sapu lidi sambil disemprot air. Nampak juga ibu-ibu sedang menyapu jalanan. Mereka semua nampak happy. Tawanya renyah seperti tanpa beban. Ada yang berlarian sembari membawa tong sampah. Sesekali ada yang menjahili temannya. Tua bukan alasan ya untuk melakukan hal itu? Hehe... Lucu ngeliatnya! Ada juga yang sibuk memberikan komando kepada teman-temannya apa yang harus dikerjakan. Terlihat juga beberapa wisatawan yang sedang berfoto. Tak lupa mereka pun saling sapa dan tersenyum. Yogyakarta makin terasa hawa Jogja-nya. Hangat. Guyub. Sepanjang perjalanan saya sangat menikmati pemandangan itu. Sampai-sampai saya lupa ingin mengabadikan moment itu dengan kamera hape saya. Tapi moment tadi cukup memberikan saya energi untuk bekerja hari ini. Semangat untuk melakukan pekerjaan dengan ikhlas dan happy tentunya!

Kamu bisa saja memilih akan seperti apa attitude-mu dalam bekerja hari ini

Tapi, setidaknya awali pekerjaanmu dengan hati yang gembira dan keikhlasan untuk menjalaninya

PS : So guys, buat yang berencana liburan ke Jogja tolong bantu jaga kebersihan ya! Kawasan Malioboro yang cukup bersih dan rapi itu hasil kerja keras banyak orang... Formulanya kerja ikhlas ditambah dengan guyub rukun :) Hasilnya? Mari singgah ke Jogja! Nikmati...

Selasa, 22 Maret 2016

Bertanggungjawab pada Pilihan

Jarak membuat semuanya seakan berbeda. Ia membuat semuanya seolah tidak lagi seperti waktu dulu. Hiperbolis. Tapi semua ini bukan saja masalah jarak khan? Mengapa jarak yang selalu dipersalahkan? Bukankah tantangannya terletak pada "saling"? Kemauan untuk tetap saling menjaga satu sama lain. Kemauan untuk saling setia meskipun jarak memisahkan. Kemauan untuk saling menjaga komitmen meskipun tanpa ikrar. Di satu waktu, pikiranku melayang sedang apa kau disana? Masihkah kamu mengingatku seperti aku disini yang selalu mengingatmu? Nanti jika kita bertemu, akankah binar mata itu tetap sama seperti kamu biasa memandangku waktu itu? Apakah senyum hangat itu masih ada ketika kamu datang menyambutku nanti?

Sudah berapa banyak hari aku lalui sendiri. Aku melakukan semuanya tanpa kamu. Aku belajar untuk membiasakan diri namun aku tetap tak biasa. Aku harus tapi aku tak mampu. Aaaargh, ingatan kebersamaan denganmu terlalu melekat kuat di otakku. Di satu sisi, kehidupanku harus tetap berjalan dengan semestinya. Tapi di lain sisi, aku berusaha keras untuk menggenggam hati ini erat-erat supaya jangan lari kemana. Aku masih ingin menjaganya untukmu.

Sempat terpikir untuk menyerah saja. Toh aku tidak yakin apakah hatimu disana masih kau jaga untukku seperti hati ini yang kujaga kuat-kuat. Sempat terpikir untuk mundur saja. Toh disana akan banyak wanita yang bisa menemanimu kapanpun kau mau. Aku hanya mampu hadir berwujud tulisan dan suara. Tidak berguna.

Apa yang sedang kujalani saat ini? Semua penuh ketidakpastian. Dulu kita pernah berharap akan segera bersama lagi setelah ini semua selesai. Tapi apakah ada garansi untuk itu? Semua masih dalam taraf "mungkin" dan "semoga saja" khan? Siapa yang berani menjamin? Kita berdua terlalu takut untuk menentukan garis finish kita sendiri. Kita pun takut walau hanya sekedar mereka-reka akan dibawa kemana hubungan ini. Terkadang aku bingung, hati ini milik siapa. Lelah? Iya.

Setiap kali aku bimbang, setiap kali pula aku berdoa dan aku merasa dikuatkan. Bahwa meskipun aku menjalani hal yang tidak pasti. Meskipun aku bingung hati ini milik siapa. Ada pengharapan besar didalamnya. Ada niat untuk tetap bertahan saja menunggumu entah sampai kapan. Bertahan untuk kita mungkin akan bersama lagi setelah perpisahan sementara ini. Bertahan demi ketidakpastian yang nantinya mungkin akan menjadi pasti. Apakah terlalu naif, jika aku masih ingin bertahan dalam ketidakpastian ini? Bola ada di tanganmu, aku menunggumu untuk memutuskan akan dibawa kemana bola itu.

Aku memilih kamu. Aku masih sepenuhnya untuk kamu. Ini pilihanku dan sudah sepatutnya aku bertanggungjawab atas pilihanku sendiri. Jika aku boleh meminta, tolong bantu kuatkan aku dengan membuatku yakin bahwa kamu pun masih akan menjaga hati untukku. Buat aku percaya diri bahwa aku masih satu-satunya orang di hatimu dan tidak dengan yang lain. Sampai kapan? Mungkin sampai Tuhan berkata ya atau tidak? Lagi-lagi mungkin.

Sabtu, 05 Maret 2016

Nasihat Pak Gojek Pagi Tadi

Nampaknya menggunakan layanan Gojek adalah hobi baru saya. Setelah sekian lama saya sangat tergantung dengan layanan ini, sekian lama pula saya mendapat cerita-cerita aneh, lucu, menyebalkan, menyentuh, serta wejangan-wejangan dari si tukang Gojek.

Sudah banyak sekali sharing yang saya dapat dari mereka. Begitu pula pagi tadi...

Berikut percakapan antara Pak Gojek (P) dan saya (S) :
(P) : Berangkat kerja dek?
(S) : Iya, Pak.
(P) : Sudah lama kerja disitu?
(S) : Baru 3 bulan nih, Pak.
(P) : Adek aslinya mana?
(S) : Klaten.
(P) : Woalaaah dari Klaten tho. Ya deket nooo...
(S) : Hehehe... Iya, Pak.
(P) : Di Jogja baru pas kerja ini?
(S) : Engga, Pak. Dulu waktu kuliah 4 tahun juga saya disini. Trus saya kerja di Bandung sekitar hampir 3 tahun trus keluar dari kerjaa dan dapet kerjaan baru eee dapet penempatan di Jogja sini.
(P) : Waaaa... Malah enak deket sama keluarga. Deket sama orang tua ya. Enak manaaa di Jogja sama di Bandung?
(S) : Sejujurnya sih enak di Bandung banget, Pak. Di Bandung tuh atmosfirnya ga terlalu santai klo buat kerja tapi enak juga klo buat liburan. Uda gitu disana adem, Pak. Nyaman.
(P) : Iya sih ya... Tapi disini khan juga enak bisa deket sama orang tua. Langka lho di umur segini bisa kerja yang deket sama orang tua. Umur orang tua tuh sampe segimana sih, dek. Selama bisa deket sama orang tua ya kita sebisa mungkin bisa merawat. Gimanapun juga mereka uda rawat kita dari kecil, jasanya ga mungkin bisa kita bales pake apapun. Makanya tiap hari kita harusnya jangan sampai lupa doain orang tua kita, mudah-mudahan mereka selalu diberi kesehatan dan kebahagiaan. Doa itu khan cara paling ringan buat bales kebaikan mereka tapi suka susah dilakuin. Khan gitu tho, dek? (Dan kami pun sampai di tempat tujuan) Kerja apapun boleh, meskipun ga sesuai sama background pendidikan. Yang penting musti halal! Asalkan halal ya alhamdulillah. Yawda, selamat bekerja yaaaa! Sampai ketemu lagi lain waktu.

Huhuhuhu... Another angel was guiding me this morning. Saya ini khan orangnya gampang tersentuh ya. Tuhan juga sering banget iseng. Uda tau, anaknya ini gampang banget tersentuh, suka dinasihatin lewat orang-orang yang tak terduga kayak tadi pagi. Obrolannya ringan tapi isinya mengena banget. Orang tua adalah orang pertama yang ga boleh kita lupa ketika berdoa. Mendoakan adalah salah satu cara untuk sedikit membalas kebaikan hati mereka. Selalu ada alasan untuk kita bersyukur, misalnya dalam hal ini ya masalah penempatan kerja yang deket sama keluarga atau dapet kerjaan yang halal. Di balik itu semua, saya juga bersyukur bahwa Tuhan ga pernah ninggalin saya. Dia selalu berusaha kasih nasihat-nasihat lewat siapapun yang tidak terduga. Tuhan ga pernah bosen ingetin kalau saya mulai lupa buat bersyukur dengan hal-hal kecil yang saya jalani.

Terima kasih ya, Pak Gojek... Tadi pagi sudah jadi perpanjangan Tangan Tuhan buat menjadi pengingat saya. Mudah-mudahan Bapak selalu sehat, bahagia, dan rejekinya lancar. Amin.

Senin, 29 Februari 2016

Belajar Ikhlas

Sering sekali saya mendengar kata "ikhlas". Ikhlas seringkali hanya menjadi kata yang sepintas saja saya dengar tapi ternyata hingga usia saya sekarang, saya tidak menerapkannya dengan baik. Sebuah kata yang mudah sekali diucapkan namun sulit sekali untuk dilakukan. Sebuah kata yang jika didengarkan tidak berarti apa-apa, jika direnungkan ternyata besar pengaruhnya dalam kehidupan kita.

Selama ini ternyata saya lupa belajar untuk mengikhlaskan...
Saya lupa bahwa manusia boleh memiliki beragam keinginan namun hanya Tuhan-lah yang berhak untuk menentukan...
Saya juga lupa bahwa saya ini tidak memiliki apa-apa. Jika sekarang saya memiliki keluarga yang baik, teman-teman yang setia, dan teman spesial yang selalu bersedia mendengarkan cerita-cerita saya itu semua karena Tuhan yang titipkan.

Seandainya sekarang saya mulai menyadari itu...
Seandainya saya ikhlas jika sewaktu-waktu Tuhan berkenan membiarkan perilaku mereka berubah terhadap saya...
Seandainya saya ikhlas untuk sewaktu-waktu Tuhan biarkan mereka pergi dari kehidupan saya, maka nantinya saya akan lebih siap menerima semuanya...
Hidup bakal lebih simple dan lebih santai...
Bayangan-bayangan menakutkan suatu saat saya akan ditinggalkan mereka satu per satu seringkali membuat saya kacau luar biasa.

Ternyata ikhlas tidak semudah memberikan bekal makan siang kita kepada orang kelaparan di pinggir jalan. Ikhlas tidak cuma berbicara tentang berbagi satu bungkus mie goreng dengan teman kosan yang sama-sama lagi ga punya duit. Ikhlas tidak hanya sebatas merelakan waktu kita untuk orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Lebih dari itu semua, sudah siapkah kita berbicara tentang mengikhlaskan segala sesuatu (benda mati maupun benda hidup) yang saat ini melekat pada kehidupan kita? Mampukah kita mengikhlaskan keinginan yang tidak diridhoi Tuhan lalu tetap menjalani hidup dengan sebaik-baiknya?

Minggu, 31 Januari 2016

Teruntuk Kamu Disana yang Sangat Aku Kagumi

Hai kamu yang selalu mengajarkanku kesabaran! Tidak perlu kamu ucapkan, hanya dengan sikapmu yang membuatku selalu belajar... Apakah kamu masih sosok yang sama setelah kita tidak bisa lagi semudah dulu untuk saling berjumpa? Aku berharap begitu.

Terima kasih untuk selalu menomorsatukan keluarga. Terima kasih untuk memilih merawat orang tuamu ketika yang lain memilih untuk sibuk dengan hidupnya sendiri. Terima kasih untuk selalu sabar mendengarkan keluh kesah orang tuamu karena memang seharusnya begitulah sikap anak kepada orang tuanya. Aku sangat tidak keberatan jika waktu kita menjadi tidak banyak karena alasan itu. Bukankah kita sudah sepakat untuk sama-sama berusaha dekat dengan keluarga selagi Tuhan masih memberikan kesempatan? Lihat orang-orang di sana yang memerlukan perjuangan untuk sekedar ingin melepas rindu dengan keluarganya!

Bagi yang lain, mungkin orang-orang seperti kamu akan dicibir "Sumpah, anak mami banget!" "Ih, apaan sih ditelfonin mamanya terus?" "Lu pulang terus deh ke rumah, manja! Suka homesick ya?" "Maleslah pacaran sama orang yang tunduk banget sama mamahnya, ntar aku dikalahin! Ga punya prinsip!"

Tapi buatku, justru ketika kamu menomorsatukan keluarga, aku makin makin makin kagum sama kamu. Pergaulan dan kehidupan baru tidak mengubahmu menjadi orang yang berbeda. Kamu tahu persis kapan kamu memberikan waktumu untuk keluargamu, kapan kamu perlu waktu untuk kehidupanmu sendiri. Kamu juga mengerti benar, kapan kamu taat pada perintah kedua orang tuamu dan kapan kamu harus berusaha mempertahankan prinsipmu serta pilihan hidupmu sendiri dengan cara yang santun.

Sebentar lagi kamu akan menghadapi babak baru dalam karirmu. Mudah-mudahan amanah ini tidak mengubahmu menjadi orang yang tinggi hati. Mudah-mudahan apa yang kamu lakukan selalu untuk Allah serta membawa kebaikan untuk keluarga dan orang-orang disekitarmu. Mudah-mudahan pekerjaan ini tidak membuatmu jauh dari keluarga. Tetaplah menjadi orang yang selalu ada untuk mereka. Jangan pernah berubah.

Ingat, ketika kamu merasa lelah. Aku selalu disini kok. Aku selalu siap untuk menjadi tempat peristirahatanmu sejenak untuk kemudian kembali berlari. Aku tidak keberatan untuk sekedar membasuh peluhmu untuk kemudian kau tinggalkan untuk mengejar mimpimu. Aku selalu bahagia untuk sekedar mendengarkan cerita-ceritamu. Memang hal lain apa yang bisa membuatku yakin bahwa kamu masih mau mengingatku? Tidak ada, hanya itu. Maka, singgahlah sesering kamu mau. Namun, bolehkah aku berharap jika suatu saat nanti kita bisa bebas untuk berjumpa setiap hari sesering yang kita mau?

Tetaplah menjadi lelaki hebat untuk keluargamu...
Tetaplah menjadi lelaki hebat yang selalu aku kagumi...
Dan...
Maukah jika kelak kamu pun akan selalu menjadi lelaki hebatku?